Cara membaca film

Artikel ini ditulis untuk bisa memberikan sebuah gambaran kepada peneliti, mahasiswa , dosen atau siapapun yang hendak menggunakan film sebagai data penelitian nya.

Antusiasme penelitian dengan menggunakan film sebagai data itu tinggi, akibat sebuah kegandrungan mereka terhadap film tersebut. Pengalaman yang mereka dapatkan dari menonton itu sangat berkesan sehingga menaruh anggapan bahwa mereka memahami betul film ini. Namun, kepemahaman yang baik ini tidak diiringi dengan cara menggunakan film sebagai data dalam penelitian.

Sebagian besar penelitian tentang film menggunakan teori-teori semiotika antara lain “pemakaman triadik” C.S. Pierce dan “Mitos” Roland Barthes, namun ternyata banyak yang tidak bisa sepenuhnya memahami cara menggunakan film sebagai data. Sebuah data diambil dalam bentuk "unit", atau satuan yang bisa sebagai materi yang akan diteliti. Semisal penelitian meterologi, satu batu dari bagian bukit diteliti untuk diketahui kandungannya. Tetapi unit-data dalam film itu apa ? Kesan film yang membekas, dan juga pemahaman yang baik para peneliti terhadap film tidak disertai cara yang betul mencari unit-data penelitian dalam film. Maka inilah sebabnya penting untuk dipahami oleh semua peneliti sebelum mereka hendak melakukan penelitian film.

Analogi yang saya gunakan adalah cara membaca buku. Ketika kita hendak membaca buku, novel maupun teks ilmu kita tahu fisik buku tersebut. Buku juga disertakan dengan teks didalamnya yang mengarahkan kita pada bagian-bagian tertentu,yaitu teks yang dikenal dengan “daftar-isi”. Fungsi daftar-isi ini memberikan kita gambaran utuh pada isi buku, sehingga kita tahu bagian mana yang isinya apa. Daftar-isi terdiri atas bab, yang mana berisikan sub-bab. Selain daftar isi bahkan ada indeks, yang berisikan kata-kata kunci terdapat dalam buku. Penelitian film ini harus pertama menyediakan daftar isi dan indeks film yang hendak diteliti, maka cara membaca film itu penting untuk lebih dulu dipahami dan dimengerti.

Penelitian juga harus menyertakan paradigma (sebagai landasan) sehingga daftar-isi dan indexnya sudah sesuai yang diinginkan. Mari kita gunakan salah contoh film yaitu Barbie 2023. Film ini banyak direfrensikan sebagai film yang berisikan tema-tema feminisme. Walaupun feminisme adalah ideologi dan juga dianggap paradigma, tetapi itu bukan paradigma penelitian. Namun, jika kita gunakan feminisme sebagai landasan dalam menciptakan daftar-isi dan indeks dalam film Barbie maka yang muncul adalah tema / topik  “peran gender” , “kekuasaan” , “perspektif perempuan” , “maskulinitas” , “patriariki”  dsb. Artinya film tersebur memang sangat banyak maknanya jika menggunakan feminisme. Tetapi lagi lagi, itu bukan paradigma penelitian.

Artikel ini tidak akan membahas paradigma penelitian, melainkan sebuah cara membaca film sehingga mampu mencari unit-data penelitian yang jelas.

Ketiga pendekatan itu tentu bisa memberikan kedalaman yang menarik dan juga bermanfaat dalam mengkaji feminism dalam film barbie. Tetapi ini adalah masalah pilihan, unit apa dan mana yang mau digunakan oleh peneliti ?

Tentu untuk menjawab hal itu tetap harus menyediakan film sebagai teks. Bisa saja dibaca film sebagai narasi, visualisasi, resepsi dan kontekstual budaya.

Maka dalam hal ini, pilihan-pilihan peneliti bisa dicarikan alasannya. Namun, balik lagi seorang peneliti harus bisa menentukan pendekatan mana yang paling menarik untuk dibahas dan juga bisa menggunakan azas kebermanfaatan.

Namun balik ke tujuan awal artikel ini yakni cara membaca film. Menyediakn daftar-isi dan indeks ini akan memudahkan seorang peneliti bisa mendalami lebih jauh apa yang hendak dilakukan dalam film ini. Jika Barbie dikaji dari segi teknologis (sci-fi), tentu hanya akan sedikit yang dibahas atau bahkan tidak ada sama sekali. Mengkaji film Barbie dari feminisme sudah tepat, tetapi bagaimana teks bisa menjawab pertanyaan penelitian itu tentu harus dijawab terlebih dahulu melalui daftar-isi dan indeks.

Sehingga penting sekali seorang peneliti untuk bisa menyediakan penelitian film melalui pembagian film seperti sususan 3-babak (three act structure) atau 8-sequence (eight sequence structure). Hal ini penting agar dia bisa mencari unit-data yang sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitiannya, sehingga dia tahu bagian dalam film mana yang bisa memberikan jawabannya. Kedalaman film juga bisa jauh ditelusuri ketika setiap bagiannya dikaji lebih dalam dalam “scene” (adegan) dan “beat” (interaksi). Penjelasan ini sebenarnya menunjukan bahwa film memiliki unit penjelasan, sehingga kita tahu hendak meneliti film ini dengan tingkatan yg mana. Analogi nya jika menggunakan buku adalah menganalisis satu halaman atau 10 halaman, atau 20 halaman ? Nah kalau film, berapa apanya yg mau diteliti. 

Baca juga :
Cara membaca struktur film Barbie
Film sebagai data penelitian

Sebagai contoh jika ingin meneliti Barbie dengan paradigma positvisme maka kita bisa saja melakukan sebuah survey dengan berangkat dari jumlah sequence untuk menentukan bagian film yang mana bisa dimaknai secara pasti. Jika menggunakan konstruvisme maka bisa saja melakukan wawancara terkait adegan-adegan (scene) tertentu. Memilih bagian mana, bisa mengunakan pembagian 3 babak atau 8 sequence (dan bahkan pembagian lain seperti save the cat atau beat-sheet

Tetapi balik lagi, untuk bisa memilih bagian mana yang secara saintifik harus ada susunan (daftar-isi dan index) sebagai landasan bagian mana yang dipilih dalam film untuk dikaji. Hal ini penting untuk membatasi dan menentukan fokus penelitian. 


Posting Komentar

0 Komentar