Good idea is not enough, it has to sell
Sebuah hal yang penting untuk dibahas untuk bisa menyampaikan ide dan juga bisa diterima dengan keselaran adalah keterpaduan antara sistem dan struktur. Artikel ini akan membahas bagaimana dalam sebuah diskusi seorang penulis bisa menyampaikan idenya tanpa adanya interupsi atau sebuah konsep-konsep yang berbaur sehingga sulit untuk ditempatkan dalam ide cerita-nya. Seorang penulis tentu, dalam proses penyampaian idenya akan diberikan masukan (berupa umpan balik) dari siapapun termasuk rekan kerjanya, kawan penulis dan juga stakeholder seperti sutradara atau produser dengan alasan bisa menyempurnakan idenya.
Ide-ide ini berupa konsep, abstrtaksi dan juga berbagai buah pikiran dari berbagai sudut pandang yang perlu disampaikan dalam rangka memberi masukan. Inilah yang disebut dengan feed-back yang mana mutlak harus diterima oleh penulis. Akan tetapi, berbagai jenis ide ini mengalami kesulitan untuk bisa dimasukan ke dalam ide cerita film karena banyaknya permintaan, dan juga kepentingan yang bisa merubah sistemasi penulisan ide jika penulis sendiri tidak memiliki landasan atau gagasan mengenai ide tersebut. Sebenarnya ada banyak hal yang bisa digunakan oleh penulis sebagai landasan yang bisa membimbing dirinya untuk bisa menempatkan ide-ide ini yang dirangkum dalam sebuah konsep; Good ide is not enough, it has to sell.
Ungkapan diatas bisa dijadikan landasan cara berfikir bagaimana menempatkan ide-ide masukan ketika seorang penulis menghadapi masalah ketika adanya kepentingan dalam pembuatan ide. Sebelumnya ada sebuah konsep, yakni idea vomit yakni keluarnya semua potensi-potensi yang dapat digunakan oleh seorang penulis untuk dimasukan ke dalam ide ceritanya akan tetapi tercampur dengan ide-ide buruk. Pertama, mari kita jadi good atau baik, yang mana lawan kata dari buruk (tidak baik) yang biasanya dikaitkan dengan kriteria. konsep inilah yang memunculkan sebuah istilah goodness criteria yakni keabsahan (validity) sehingga kita tahu apakah ide ini sudah baik. Maka sebuah ide yang baik harus memenuhi unsur, sesederhana itu. Unsur-unsur sebuah ide tentu adalah judul, logline, premis dan tema. Artikel sebelumnya, mengatakan bahwa setidaknya ide yang baik itu terdiri atas logline dan sinopsis (dituliskan dalam 3 paragraph dengan menggunakan kaedah 3-act structure). Jika hendak membuat yang paling lengkap silahkan saja menambahkan hal-hal yang bisa memperjelas idenya.
Kedua itu terkait dengan istilah sell, yang mana berkenaan dengan konsep film sebagai product yang dibuat sesuai dengan rancangan. Produksi dan kreativitas itu saling beriringan dalam konsep film sebagai produk kreatif. maka perfilman adalah bagian dari industri kreatif, yang mana prefrensinya itu beragam. Biasanya kreatif inilah yang dianggap sebagai intervensi atau interupsi dalam penyampaian ide. Kreatif inilah kepentingan pasar yang juga perlu dipenuhi. Kreatif itu diolah dalam goodness criteria sebagai unsur (element) dan sub-element. Logline sebenarnya sudah bisa mewakili konsep film sebagai produk kreatif yang mana bisa merangsang minat penonton / pembeli yang bisa dilakukan dengan menyisipkan nilai jual. Konsep inilah yang disebut juga sebagai "tontonan" dimana akan bisa membuat orang berbondong-bondong datang untuk menonton film tersebut.
Baca juga:
film pendekar yang Barat dan Timur (tontonan, tuntunan, tatanan)
Berbagai ide sebagai masukan ini bisa dikategorikan dalam sub-element yakni character, wants dan conflict (sebagai premis) atau sebagai world view (sebagai logline). Kita juga bisa saja mengolah ide ini menjadi judul (jargon dan slogan) ataupun dalam tema (proposisi hipotesis atau implikasi Jika-Maka). Motode yang paling mudah tentu adalah menjadikan nilai jual ini dalam world-view sebagai logline yakni menggunakan rumus "what if?" walaupun sebenarnya bisa juga menggunakan premis ataupun tema.
Sebagai ukuran kreativitas yang mutlak adalah bisa memenuhi ekspektasi produser sebagai pengatur logistik keuangan yang juga mumpuni memahami animo masyarakat. Tentu memahami animo juga meliputi bintang atau casting, lokasi, tema dan topik dsb. Seorang produser tentu sudah memiliki daftar nama yang menurut dia memiliki sebuah daya tarik sebagai nilai jual yang dimiliki oleh bintang tersebut. Kemudian, porsi pasar yang paling terbesar adalah generasi millenial dan generasi Z dimana film tersebut harus mewakili cara pandang mereka, yakni apa saja yang menjadi ekspektasi mereka dalam problematika hidup. Artinya konflik dalam premis bisa mewakili aspirasi mereka.
Pertanyaan yang paling vital dalam sebuah film sehingga layak disebut film yang menjual adalah Bagaimana membuat tontonan yang bisa memberikan hubungan makna baru dalam menghadapi problematika sosial terkini ? Jawaban tersebut terkandung dalam premis, karena disitulah proses sebagai acuan "bagaimana" dimana karakter berubah mengadopsi nilai-nilai baru. Hal ini tentu tidak mutlak, karena ada batasan kontekstual yang dinamis dalam membuat film. Hanya saja dalam menjawab kebingunan penulis perlu ada sebuah konsep yang mudah dipahami sehingga artikel terpanggil untuk menjawab tantang tersebut, yakni sistematis (good) atau merangsang penonton (sell)
0 Komentar