Membuat Karakter Cerita yang Hidup

Karakter yang hidup bisa membuat film menarik sekaligus mengalir dengan alami sehingga pesan bisa mudah diresapi oleh penonton. Mempelajari karakter yang unik sekaligus yang hidup bisa kita petik dari bagaimana tonggak perkembangan film yang fokus pada karakter dimulai pada era pasca millenium, yaitu film superhero Spiderman.

Saya ingat pada suatu saat dan itu kira-kira pada tahun 2002, ada sebuah film yang sangat berkesan yaitu adalah Spiderman. Sutradara yang menggarap film ini sangat terkenal, saya sudah mengenalnya sejak saya masih kecil, dia orang yang sama yang mengarahkan TV seri Hercules dan juga Xena dan banyak seri lainnya pada waktunya yaitu Sam Raimi. Dia juga adalah orang yang menggarap salah satu film cult horror yg menjadi trilogi yaitu Evil the Dead (1981) yang dibintangi oleh Bruce Campbell.

Selain sutradaranya, saya juga tertarik untuk melihat film ini karena dibintangi oleh Kirsten Dunst bintang anak dari film Jumanji ((1995) yang memainkan peran protagonis perempuan. Di Indonesia pada waktu itu, budaya menonton bioskop yang masih jarang ataupun diminati. Tetapi tahun 2002, terpaan pemasaran berhasil membuat orang penasaran sehingga pada waktu itu bisa ada dua studio bersamaan yang mempertunjukan film Spideman. Peter Parker, karakter utama sekaligus Spiderman dimainkan oleh aktor Tobey McGuire.

Baca juga:
memahami desire dalam Character Driven Story.
memahami keinginan dan kebutuhan dalam karakter cerita.
elemen mendasar dalam sebuah cerita ; membahas karakter.

Setiap cerita itu memang unik, karena pada waktu juga penonton Indonesia sudah cukup mengenal tokoh utama superhero ini dari serial animasi Spiderman the Animated Series pada tahun 90-an. Para penonton tahu bahwa Peter Parker akan mendapatkan kekuatan supernya dari gigitan laba-laba radioaktif  ketika dia duduk di bangku SMA, kita tahu siapa perempuan kesukaan Peter yaitu Mary Jane yang dimainkan oleh Dunst, dan kita juga tahu titular perlawanan Spiderman dengan para penjahat seperti Green Goblin, Venom, Dr Octopus dll

Penonton dengan antusias mencoba mengikuti laga ini dengan penuh harapan, akan ada sebuah kisah yang menarik untuk dinikmati. Film ini menunjukan proses awal Peter Parker mendapatkan kekuatannya sehingga dia pun dibayangi oleh rasa bersalah yang amat dalam karena menganggap dirinya-lah yang bertanggung jawab atas kematian paman Ben. Cerita ini berjalan dengan baik dan mengikuti proses Peter lulus dari SMA dan masuk kuliah bersama temannya Harry Osborne. Penonton sudah mendapatkan gambaran apa yang akan dialami sampai ketika dia berhadapan dengan musuhnya yaitu Norman Osborne, ayah dari Harry yang menjadi Green Goblin.  

Apa yang terlintas dalam pikiran saya ketika nonton film ini adalah bahwa ada sesuatu yang mendalam dan saya temukan itu pada karakter Peter. Dia adalah mahasiswa yg berjuang untuk keadilan, cinta, karir dan juga pendidikan. Penulis skenario film itu adalah  David Koepp dan dia melakukan banyak film sebelum itu, seperti Jurassic Park (1993) dan Mission Impossible (1996).

Saya memahami bahwa Peter ini digambarkan payah, cupu dan walau berkekuatan super dia ini serba sangat berkekurangan. Sebuah corak yg berbeda dari ciri seorang superhero pada umumnya. Biasanya kita melihat pahlawan bertopeng yang dilatar belakangi kemapanan seperti Batman maupun Superman, digambarkan sebagai kstaria yang gagah bak dewa. Walaupun mereka hidup sebagai manusia biasa mereka adalah orang orang yang hidup dengan segala kecukupan.

Kesalahan umum para penulis superhero adalah membentuk karakter tanpa kelemahan (flawless) seolah mereka adalah manusia sempurna padahal itu jauh dari kenyataan para penonton. 

Film ini menceritakan para karakter yang memiliki masalah, Mary Jane yang menjadi pelayan restoran sembari mengejar karir akting, Harry Osborne mengiginkan ayahnya mengakui dirinya, bibi May yang kehilangan paman Ben dan masih banyak duka yang dialami karkater dalam film tersebut. Cerita Spiderman sepenuhnya didorong oleh keinginan karakter mengatasi kelemahannya masing-masing. Pada waktu itu, saya adalah seorang mahasiswa sehingga mudah bagi saya mengidentifikasi apa dialaminya . Kita manusia yang serba terbatas, kita bisa menggunakan berbagai cara untuk mengatasi diri kita. Saya, seperti Peter Parker memiliki minat untuk mencintai dan terkadang pada titik hidup kita juga terpaksa menerima bahwa semuanya serba terbatas, bekerja susah payah mencari nafkah di kota besar.Kesalahan umum para penulis superhero adalah membentuk karakter tanpa kelemahan (flawless) seolah mereka adalah manusia sempurna padahal itu jauh dari kenyataan para penonton.

Sebelum itu film itu dipertunjukan, film-film menggambarkan kesalahan pada karakter utama terutama pada sosok superhero yaitu tidak adanya kelemahan, mereka tidak punya masalah dengan dirinya. Bahkan dibeberapa waktu, karakter utama selalu tampak sempurna. Beda James Bond yang dulu dan sekarang dimana James yang dulu bisa meloncat dari gedung tinggi, ditembaki dan menerjang api namun masih bisa memiliki rambut yang klimis. Sekarang James berdarah, ditangkap, dan kecanduan obat, memiliki rasa amarah yang tak terkendali akibat kematian orang-orang yang dia kasihi.

Baca juga:
cara membangun karakterisasi yang kuat dalam penulisan.
menerapkan weakness, obstancel dan need pada karakter cerita.
membuka kekuatan penceritaan berbasis karakter (character-driven).

Bagi seorang Peter Parker, masalah dia adalah keuangan dan juga bayangan kematian paman Ben. Pesan terakhir akhir paman Ben membuat dan memaksakan dia untuk memaknai dirinya untuk menjadi seorang yang berharga, menjadi superhero. 

Wujud superhero yang nyata diperlihatkan oleh sosok Peter Parker. Dia bangun terlambat, tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya atau tugas-tugas kuliah. Peter yang memiliki hambatan dalam hidupnya yaitu memiliki kelemahan, adalah sifat yang manusiawi. Semua pahlawan adalah manusia. Menginginkan sesuatu itu butuh komitmen, menjadi superhero itu selain mendapatkan pamor juga mengalami penderitaan. Semua karakter menderita tetapi menghubungkan kelemahan dengan tindakan yang dilakukan karakter dengan kepayahan inilah yang membuat mereka memiliki cara terbatas untuk melihat dunia mereka.  Dibalik itu, bagaimanapun karakter masih bisa melihat dunia dengan penuh optimisme dengan menggantungkan harapan mereka. Para karakter ini bebas, dan tidak bergantung pada apa atau siapa pun, mereka hanya bergantung pada diri mereka sendiri.

Ketika kita sebagai penulis mengambil kelemahan ini dari karakter cerita, maka mereka tidak lagi orang orang biasa yang melakukan hal-hal luar biasa. Kelemahan itu diciptakan dalam diri karakter agar mereka berdenyut, memiliki kehidupan dan dari kelemahan inilah muncul keinginan. Tanpa adanya keinginan yang membuatnya menderita karena kelemahannya maka itu hanyalah sebuah berita atau informasi yang mudah dilupakan dan hanyut dalam arus perubahan masa.

Posting Komentar

0 Komentar